Sopo Nandur Bakal Ngunduh

Pitutur Jawa itu begitu melekat dalam ingatan saya karena sarat dengan makna yang dalam, bijak, namun mudah dimengerti. Umumnya pitutur Jawa meman simpel tapi mampu menghunjam ke dalam kalbu. Sejak kecil ayah saya tak henti mengingatkannya meski lebih pada makna yang tersirat. Kita semua pastisudah memahami artinya. Setiap mendengar pitutur itu saya merasa khawatir,karena banyaknya dosa, utamanya menyangkut amal perbuatan di masa lalu,baik yang menyangkut hablumminallah (hubungan dengan sang Chalik, sangPencipta) maupun yang bersifat hablumminannaas (hubungan dengan sesamamanusia).

Kali ini saya membaca pitutur itu pada secarik sticker yang disebarkan oleh sebuah LSM di Purworejo. Namun karena sticker itu disebarkan pada sebuah
acara dan saya paham benar apa kegiatan LSM itu, maka saya langsung menangkap maknanya, tetapi kali ini lebih pada makna yang tersurat. Pitutur pa-
da sticker itulah yang lebih menginspirasi serta menyemangati kami sekelompokMG yang bermaksud peduli kepada lingkungan untuk berbuat sesuatu. Just dosomething to save our only earth.

Pertengahan Maret 2010, tersiar kabar melalui sebuah stasiun TV, terjadi tanah longsor lagi di jalan raya Purworejo-Yogyakart a, tapi saya yakin ini maksudnya adalah jalur melalui Cangkrep, Kaligesing, Pegunungan Menoreh dsthingga Kulon Progo. Sebelumnya pernah terjadi di Bruno. Ancaman serupa
konon juga menghantui penduduk Loano dan sekitarnya. Tak sulit mencernamengapa ini terjadi; penebangan hutan, pengalihan tata guna lahan, tekanan
populasi, dsb umumnya menjadi penyebab utama. Karena di belahan Indonesia yang lain peristiwa serupa termasuk banjir dan banjir bandang sejak
lama menghiasi halaman koran dan layar TV: Ciwidei, Garut, KarawangBandung, Subulussalam (Aceh Selatan), Gajah Mungkur (Wonogiri), Purwakarta, dst. Terus menerus, dan sambung menyambung … Bahkan hinggaawal Agustus 2010 ini, masih terjadi banjir di beberapa tempat seperti yangmelanda Ciamis, Palopo dan Pinrang (Sulawesi Selatan), Seram dan Ambon(Maluku), Gorontalo (Sulawesi Utara), dan lainnya. Ini mungkin pertanda alam telah letih dan penat menopang manusia yang hidup di atasnya serta perilakunya yang sewenang-wenang terhadap alam.

Terdorong oleh mirisnya hati mendengar dan melihat berita-berita itu, mulailahkami MG75 berkumpul untuk berbuat sesuatu itu tadi. Rembug jadi, dana ka
mi kumpulkan, maka siaplah kami eksekusi. Seribu bibit Jabon (Anthocephalus Cadamba) kami beli, lantas berkoordinasi dengan sahabat MG di Purworejo, maka pada tanggal 21 Februari 2010 resmi kami luncurkan acara Penghijauan, Go Green ..!!. Dipimpin Kades Marwoto (MG75) acara digelar dengan melibatkan masyarakat sekitar desa Sidomulyo di lereng Menoreh. Diawali doa dan kenduri ala orang Jawa di makam leluhur mereka Kiai Brojo,mulailah bibit tanaman ditanam di sekitar lereng-lereng perbukitan desa Sidomulyo. Sisi lain dari kearifan budaya lokal !. Meski sederhana namun kamiberharap langkah ini akan terus bergulir. Bukan cuma sebatas retorika, tapi kami berharap awal yang sederhana ini bisa melahirkan budaya yang mampuberjalan hingga di bawah alam sadar. Sebutlah ini sebuah Gerakan.Green Revolution! Karena itu kepada segenap warga MG serta siapapuntanpa mengenal kotak-kotak suku, bangsa, kewarganegaraan, gender, dsb,silahkan bergabung bagi yang tertarik.

Sopo nandur bakal ngunduh (Siapa menanam bakal memanen). Ya, sticker itu mengajak kita menanam pohon, meski hanya sepokok, berharap akan me-
manen hasilnya. Tak sekedar daun, batang, buah atau bunga dari tanaman itu yang bisa dituai, namun lebih utamanya adalah misi penyelamatan lingkungan.Sopo nandur bakal ngunduh, siapa menebang hutan bakal menuai banjir, tanah longsor, dll. Mumpung bencana itu belum menimpa diri kita sendiri, berbuatlah sesuatu. Just do something to save our only earth.
Mari ….

Salam Muda Ganesha,
Untung Sumotarto.-